Penambahan Aset Pemda Periode Rudy-Helmi Tanpa Paripurna
advertising
LOGIKANEWS.COM – Kepemimpinan H Rudy Gunawan SH MH dan H dr Helmi Budiman di Kabupaten Garut menuai reaksi positif dan negatif. Beberapa elemen masyarakat ada yang memuji, namun ada juga yang merasa kecewa.
Salah satu hal yang menjadi pandangan negatif diantaranya terkait penambahan asset Pemda Garut yang dibeli dari masyarakat di sekitar Gunung Guntur, Blok Citiis, Desa Pasawahan, Kecamatan Tarogong Kaler dari salah seorang warga yang dikenal sebagai pengusaha. Pembelian lahan atau tanah tersebut informasinya akan digunakan untuk sarana Buper (Bumi Perkemahan) dan Gedung Balai Diklat. Sementara lokasi tersebut dianggap rawan, karena berada di lokasi Gunung Guntur yang selama ini dikenal masih aktif.
“Tanah itu dibeli dari salah seorang pengusaha setempat. Luas dan nilainya cukup fantastis. Namun yang saya tahu pembelian lahan tersebut tidak melalui proses Rapat Paripurna dengan DPRD Garut. Mekanisme yang digunakan patut diawasi, karena anggaran yang digunakan merupakan uang negara, namun diduga ada permainan antara oknum pejabat dan oknum pengusaha,” ujar salah satu sumber yang meminta identitasnya tidak disebutkan.
Sementara itu, Ketua Komisi A, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Garut mengakui bahwa pembelian lahan tersebut tidak melalui proses rapat paripurna antara DPRD dan pihak Pemkab Garut. Hanya saja jumlah nilai anggaran tersebut muncul di APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) Kabupaten Garut. Sehingga diperkirakan pembahasan tersebut muncul di Badan Anggaran (banggar) DPRD Kabupaten Garut.
Gedung putih Kabupaten Garut pernah mempertanyakan tentang status dan penataan asset yang dibeli Pemda Garut kedepan, apakah nantinya akan menjadi aset DPKAD atau Dispora. Selain itu, Komisi A juga sempat mempertanyakan mekanisme pembelian lahan tersebut seperti apa.
Menurut Ketua Komisi A DPRD Garut, seharusnya dibagian pembelian pertanahan ada timnya. “Terkait jumlah nilai yang akan digunakan untuk membeli lahan itu mungkin dibahas di Banggar DPRD Garut dan tentu harus menggunakan tim appraisal, begitu kira-kira,” ujar H Alit kepada LogikaNews.Com.
Selanjutnya, H Alit juga menegaskan, Komisi A kepada Pemkab Garut pernah menyampaikan pembelian lahan harus memiliki alasan, faktornya apa saja, mendesak atau tidak. Semisal, kalaupun tidak membeli lahan tersebut, maka aktifitas perkemahan bisa dilakukan di Cibuluh atau dimana saja, tetapi kalua memang Dispora Pemkab Garut tidak mempunyai asset perkemahan sendiri. “Berarti kalau Pemkab mau membeli lahan, maka harus ada kajiannya terlebih dahulu,” paparnya.
Harus ada kajian, sebab sambung H Alit, Pemkab tidak tidak bisa serta merta membeli, harus jelas dulu apa nilai urgennya. “Komisi A juga pernah membahas dengan BKD bagaimana status Balai latihannya. Apakah sudah ada rekomendasi bahwa daerah itu aman dari BMKG. Karena daerah itu berada di Lereng Gunung Guntur. Berarti kalau Balai Diklat dan Buper dibangun disana, maka harus ada rekomendas aman dari BMKG,” tndas H Alit.
Intinya, tambah H Alit, pembelian lahan untuk Buper dan Balai Diklat di leres Gunung Guntur harus bisa dipertangungjawabkan. Sehingga kalau ada apa-apa, BMKG yang harus bertanggung jawab. “Saat itu terkait rencana kenapa harus dibangun Balai Diklat, alasannya karena di Priangan tidak ada balai diklat. Sehingga Pemkab Tasik, Banjar, Ciamis dan sekitarnya yang akan melakukan prajab dan latihan bisa melaksanakannya di Kabupaten Garut,” paparnya.
Selain itu, menurut H Alit Suherman, Komsi A juga pernah membahas tentang apa saja output dan outcam dari BKD Garut. Alasan yang dikemukakan, bahwa sementara ini apabila di Garut ada prajab biasanya dilaksanakan Bandung. Sedangkan anggaran untuk kegiatan Prajab itu cukup besar. “Sehingga ketika pemkab Garut sudah memiliki gedung sendiri, maka anggarannya bisa terserap dan menambah Pendapatan Asli daerah atau PAD Garut,” ujarnya.
H Alit sendiri mengaku pernah menyarankan kepada Kepala BKD Garut, saat itu dipimpin oleh Asep Faruk, agar jangan membangun asal-asalan. “Semisal Gunung aktif di level Empat, maka yang akan melaksanakan Prajab bisa menjadi ketakutan. Sehingga harus ada rekomendasi dengan dari BMKG. Persaingan bisnis pun harus diperhitungkan,” terangnya.
Ketika disinggung terkait lokasi dan jumlah anggaran yang sudah disiapkan atau sudah dipakai Pemkab Garut untuk membeli lahan dan membuat Gedung Balai Diklat dan Buper, H Alit mengaku belum melihat lokasi secara langsung dan tidak tahu nilai anggarannya.
Sementara itu, salah satu Mantan Anggota DPRD Garut, sekaligus pengamat dan tokoh masyarakat Garut, Haryono SH saat dimintai tanggapannya mengatakan, asset itu merupakan barang milik daerah, maka dasarnya adalah Peraturan Pemerintah (PP) No. 27 tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah. Berdasarkan PP tersebut, tekhnisnya, pedoman pengelolaannya itu ditugaskan kepada Mendagri (Menteri Dalam Negeri), maka munculah Permendagri No.19 tahun 2016.
“Berdasarkan Permendagri itu disebutkan bahwa defisnisi asset semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD atau berasal dari beban perolehan lainnya yang sah. Bagaimana tata cara pengelolaan barang daerah yang harus dikelola. Maka menurut permendagri ada 11 tahapan yang harus diperhatikan sebagai pedoman,” katanya seraya menambahkan, perencanaan kebutuhan dan penganggaran, Pemda tidak serta merta membeli tanah begitu saja, tetapi harus ada perencanaan kebutuhan dan penganggarannya seperti apa dan lainnya.
Bupati Kabupaten Garut non aktif Rudy Gunawan saat dihubungi melalui SMS, Sabtu (17/03/2018) sampai saat ini belum memberikan keterangan apapun. (Bersambung/Asep Ahmad)