advertising
LOGIKANEWS.COM – Tokoh dan sesepuh Garut Utara yang namanya sangat familiar karena berhasil membawa Garut Utara kepada agenda pemekaran Kabupaten Garut, H. Rd. Holil Aksan Umarzein mengamati kondisi lahan persawahan di Kota Intan.
Ketua Umum PM Gatra (Paguyuban Masyarakat Garut Utara) ini menilai, kondisi alam di kabupaten Garut mengalami perubahan yang signifikan. Sebagai wilayah konservasi, Kabupaten Garut mulai kehilangan areal produktif pertanian seperti persawahan.
Sehingga, pengusaha travel ini mengaku khawatir Kabupaten Garut tak lagi jadi lumbung pangan nasional. Bahkan, nantinya malah bisa jadi Kabupaten Garut sudah tidak mampu swadaya pangan lagi.

Berdasarkan Perda Nomor 29/2011 tentang RTRW Garut 2011-2023 menetapkan Kabupaten Garut sebagai wilayah konservasi berpola ruang kawasan lindung dan budidaya, dengan mayoritas pertanian. Sehingga, jika alih fungsi lahan sawah ini terus dibiarkan, maka pemerintah daerah Kabupaten Garut sudah melanggar aturan yang dibuatnya sendiri.
“Berdasarkan data BPS tahun 2017, total luas lahan sawah di Kabupaten Garut mencapai 48.126 hektare. Tahun 2022 atau Lima tahun setelah itu, , Kementerian ATR BPN merilis hasil verifikasi lahan sawah yang akan dipertahankan di Kabupaten Garut seluas 40.591 hektare,” ujar Rd. Holil Aksan Umarzein melalui sambungan Whats App kepada Logika, Sabtu (25/03/2023).
Berdasarkan data itu, sambung Rd. Holil, dalam lima tahun terakhir Kabupaten Garut kehilangan sekitar 8.000 hektar lahan sawah. Menurutnya, alih fungsi lahan sawah di Kabupaten Garut akan terus mengalami akselerasi.
“Jumlah penduduk Kabupaten Garut terus naik, kebutuhan lahan buat perumahan, infrastruktur publik dan tempat usaha terus meningkat dengan pesat, maka tentu areal pertanian dan persawahan bisa tergerus,” tandasnya.

Berdasarkan informasi yang ia himpun, perekonomian di Kota Intan memang terus tumbuh, banyak pemukiman baru, pembangunan jalan tol, areal bisnis baru dan bahkan katanya Pemkab Garut membuka 4 kawasan industri di Garut Utara yang wilayahnya didominasi lahan sawah.
Dengan demikian, sambung Rd. Holil, dipastikan lumbung pangan akan tergerus oleh pertumbuhan industri. Sehingga masyarakat harus waspada dengan resiko hilangnya lumbung pangan.
“Areal pertanian diganti oleh industri, bagi masyarakat kurang mampu ini menjadi sebuah resiko besar. Karena masyarakat tidak semuanya mampu membeli produk olahan. Bahkan, yang harus kita waspadai adalah tumbuhnya kesenjangan sosial dan penyakit akibat limbah dan polusi,” terangnya.
Fungsionaris DPP Partai Golkar ini mengingatkan semua pihak, khususnya warga Garut Utara untuk bisa mempertahankan asetnya, seperti rumah, tanah persawahan, perkebunan, kolam dan lainnya, karena SHM (sertifikat hak milik) di Kabupaten Garut yang dimiliki masyarakat hanya sekitar 20 persen.
“Ini artinya, dari sekian banyak lahan yang akan digunakan untuk industri adalah milik rakyat yang memperkuat ketahanan pangan di Kabupaten Garut, sementara lahan lainnya adalah wilayah konservasi, hutan dan laut,” terangnya.
“Harus dingat bahwa selama ini Garut bisa hidup tentram karena masyarakatnya eksis sebagai petani dan masih banyak lahan pertanian. Apabila lahan pertanian berkurang, maka secara otomatis lumbung pangan dan ketahanan pangan dalam ancaman,” pungkasnya. (asep ahmad)