
advertising
LOGIKANEWS.COM – Ketua DKKG (Dewan Kebudayaan Kabupaten Garut), H. Iwan Hendarsyah, SE mengatakan, pada Anggaran (TA) 2022-2023, dengan adanya Undang-Undang No. 5 th 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, kebudayaan di Kabupaten Garut jangan hanya dijadikan ajang seremonial semata.
Karena selama ini, fakta di lapangan menyebutkan perhatian dari pemerintah tidak sebanding dengan harapan yang sedang digalakan besar-besaran, hingga adanya target tertentu untuk sub pariwisata. Ini perlu ada penyeimbang, karena sebesar apapun wisata yang dibangun tanpa didampingi nilai budaya dan penguatan budaya, maka tidak menutup kemungkinan adanya alih fungsi lahan hutan.
“Sebagian besar Kabupaten Garut adalah lahan hutan lindung. Tak menutup kemungkinan hal yang tidak diinginkan terjadi, hingga merusak ekosistem alam yang ada. Ini budaya peralihan sedang tercipta, dimana Budaya Sanget, Pamali, Petuah Karuhun sudah dikesampingkan,” katanya.
Dugaan praktek peralihan lahan dengan mengatasnamakan pariwisata bisa dilihat dengan adanya pertanda hutan pohon besar dan rumpun bambu sebagai resapan air mulai dialihfungsikan jadi daerah wisata. Dengan adanya penguatan pemajuan Kebudayaan yang terus digalakan oleh DKKG bersama paguyuban budaya di Kabupaten Garut seharusnya mendapatkan perhatian dari pemerintah setempat.
“Karena pada dasarnya pembentukan karakter bangsa berawal dari budaya bangsanya sendiri. Dalam hal ini SDM yang harus dibina, agar mampu menjaga, melestarikan dan memanfaatkan potensi dari budaya di Kabupaten Garut, hingga bisa menaikan IPM kabupaten Garut,” tandasnya.
Sebatas Seremonial
Pria yang akrab disapa Kang Jiwan inipun mencermati setiap giat yang diadakan oleh pemerintah, baik di tingkat pusat seperti Kemendikbud yang diusung langsung DPR RI komisi IX melalui steak holder yang ada hanya sebatas seremonial. Rangkaian kegiatan terencana dari tahun ke tahun sampai kini belum dirasakan oleh masyarakat Kabupaten Garut, khususnya para penggiat budaya.
“Mereka hanya cukup dengan mendapat undangan, duduk manis dan mendengarkan tanpa tahu kedepannya mendapatkan manfaat apa apa. Ini adalah fakta yang terjadi dilapangan, tak ada sentuhan ke masyarakat. Yang dirasakan langsung oleh masyarakat tak lebih dari tontonan yang tidak dibarengi nilai tuntutan,” ujarnya.
Kang Jiwan pun bertanya, apakah kegiatan-demi kegiatan dengan mengatasnamakan budaya hanya bisa dimanfaatkan segelintir orang? Demikian pula dengan Dinas terkait, Disparbud Kab Garut dinilai belum optimal khususnya bidang kebudayaan yang tidak peka terhadap keadaan di lapangan. Entah tidak mau tahu atau memang mengikuti kebiasaan yang dinilai tetap tidak ada keberpihakan terhadap pengembangannya.
“Semestinya target adanya pemajuan kebudayaan bisa secara langsung bersentuhan pada kenyataan di masyarakat. Kami berharap, paradigma buruk yang terjadi disaat ada event ataupun giat dari pusat sudah tidak diulangi lagi. Pemerintah setempat sudah seyogyanya memberikan peluang pelaksanaan kegiatan tersebut dengan melibatkan masyarakat ataupun lembaga yang menaunginya,” katanya.
Dengan demikian, sambung Kang Jiwan, yang disebut muatan kearifa lokal harus difungsikan. Karena menurut regulasi, yang mesti dijalankan sesuai arahan Gubernur Jawa Barat bahwa pemerintah adalah penyedia pengaturan regulasi dan masyarakat sebagai pelaksana dari pemikiran bersama. Setidaknya ini akan membuka peluang yang baik dan sesuai.
“Sementara yang terjadi di Kabupaten Garut, semua giat dilaksanakan oleh kedinasan terkait. Ada apakah ini ? Muncul pertanyaan apakah ini hanya sebatas melaksakanan sebagai syarat menggugurkan kewajiban saja? Jauh dari katerbukaan perihal anggaran yang disediakan,” terang Kang Jiwan.
Kecewa Dengan Sikap Disparbud Garut
Kang Jiwan juga menegaskan, apa yang terjadi di lapangan yang sebenarnya bisa dicoba dengan meminta tentang bantuan, maka pasti semua jawabannya tidak ada anggaran dan sudah diplot, itu jawaban yang kompak dari bawah ke atas. Dengan kondisi tersebut seakan menutup pintu kesempatan bagi para penggiat seni ataupun budaya.
“Jika sudah seperti demikian, maka silahkan persepsikan sendiri sesuai pengalaman yang terjadi. Kami berharap dan saya mengajak kepada semua lapisan masyarakat berbudaya agar segera melek dan bangun dari kecompangan kebijakan yang dirasa bagi para penggiat budaya. Agar pemajuan kebudayaan di Kabupaten Garut maju. Bukan sekedar slogan saja,” paparnya.
Jiwan juga mengajak semua pegiat budaya dan seniman di Kabupaten Garut untuk duduk bersama dan terus mengkritisi kebijakan yang dirasa tidak profesional. Hal itu perlu dilakukan guna kemajuan budaya bangsa.
“Bangsa yang besar adalah mereka bangsa yang menghargai nilai budayanya. Hindari nganir, nyangu sareng ngakel kusorangan, karena ini adalah nilai budaya yang semestinya menerapkan silih asah, asih dan asuh. Untuk kemajuan bangsa negara yang berbudaya,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Garut, H. Budi Gan Gan ketika dikonfirmasi tentang hubungan Pemkab Garut dalam hal ini Disparbud Garut dengan pelaku budaya, Budi Gan Gan mengatakan hubungan pelaku budaya dan Disparbud Garut terjalin baik. “Sinergi,” ujarnya singkat, saat dihubungi melalui sambungan Whats Appnya, Rabu (06/02/2022).
Budi Gan Gan mengatakan, untuk event gebyar pesona budaya Garut rencananya akan dilaksanakan bulan Mei 2022 mendatang dengan anggaran Rp 200.000.000. (Asep Ahmad)